Jumat, 19 Oktober 2012

Unsur Intrinsik Karya Sastra

Unsur Intrinsik Karya Sastra (Fiksi) 

Prosa (Cerpen atau Novel)

A. Tema
adalah ide pokok sebuah cerita, yang diyakini dan dijadikan sumber cerita.

B. Alur, Plot, atau Jalan Cerita
adalah susunan peristiwa atau kejadian yang membentuk sebuah cerita.
Alur dibagi menjadi 3 yaitu: 
  1. Alur maju adalah rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian atau cerita yang bergerak ke depan terus. 
  2. Alur mundur adalah rangkaian peristiwa yang susunannya tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian atau cerita yang bergerak mundur (flashback). 
  3. Alur campuran adalah campuran antara alur maju dan alur mundur.
Alur meliputi beberapa tahap:
  1. Pengantar: bagian cerita berupa lukisan, waktu, tempat atau kejadian yang merupakan awal cerita.
  2. Penampilan masalah: bagian yang menceritakan masalah yang dihadapi pelaku cerita.
  3. Puncak ketegangan / klimaks : masalah dalam cerita sudah sangat gawat, konflik telah memuncak.
  4. Ketegangan menurun / antiklimaks : masalah telah berangsur–angsur dapat diatasi dan kekhawatiran mulai hilang.
  5. Penyelesaian / resolusi : masalah telah dapat diatasi atau diselesaikan.
C. Tokoh, Pelaku, atau Pemeran
adalah yang berperan dalam sebuah cerita, dapat berupa manusia, hewan, atau benda-benda yang "dihidupkan". 

Biasanya tokoh dibagi menjadi 3, yaitu:

  1. Protagonis (berasal dari bahasa Yunani πρωταγωνιστής (protagonistes), "orang yang berperan dalam bagian pertama suatu cerita, aktor utama")adalah tokoh utama dalam suatu hal seperti buku cerita, film, video game maupun teater. Dalam literatur, protagonis adalah tokoh yang melawan antagonis. Protagonis sering merupakan seorang pemeran utama , kadang-kadang seorang jagoan, atau hal lainnya yang merupakan konflik dengan antagonis. Protagonis biasanya baik dan tidak jahat. Namun dalam beberapa cerita, tidak semua protagonis menjadi jagoan atau baik. Adakalanya protagonis bertingkah seperti antagonis yang kemudian dikenal sebagai Protagonist Anti-Hero (Anti-Heroine untuk wanita).
  2. Antagonis; dalam literatur, antagonis adalah karakter yang melawan karakter utama atau protagonis. Antagonis sering merupakan seorang penjahat, kadang-kadang mungkin binatang, atau hal lainnya yang merupakan konflik dengan protagonis. Antagonis biasanya jahat dan tidak baik serta sering menjadi pembuat onar (ulah). 
  3. Tritagonis; yaitu tokoh pelerai; dapat juga menjadi tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh antagonis. Tokoh tritagonis adalah tokoh yang tidak memegang peran utama dalam cerita. Tokoh tritagonis biasanya tidak terlibat dalam semua bagian cerita. Keberadaannya berperan sebagai penghubung antara tokoh protagonis dan antagonis.

Berdasarkan peranannya, tokoh diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:

  1. Tokoh sentral yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan dalam drama. Tokoh sentral merupakan penyebab terjadinya konflik. Tokoh sentral meliputi tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
  2. Tokoh utama yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Dapat juga sebagai perantara tokoh sentral. Dalam hal ini adalah tokoh tritagonis.
  3. Tokoh pembantu yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rangkai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini menurut kebutuhan cerita saja. Tidak semua drama menampilkan kehadiran tokoh pembantu.
D. Penokohan, Watak, perwatakan, atau Karakter
Perwatakan disebut juga penokohan. Perwatakan/penokohan adalah penggambaran sifat batin seseorang tokoh yang disajikan dalam cerita. Perwatakan tokoh-tokoh dalam drama digambarkan melalui dialog, ekspresi, atau tingkah laku sang tokoh. Penggambaran watak tokoh dalam naskah drama erat kaitannya dalam pemilihan setting/latar atau tempat terjadinya peristiwa.

Penggambarkan watak atau karakter seseorang tokoh yang dapat dilihat dari 3 segi yaitu melalui:
  1. Dialog tokoh
  2. Penjelasan tokoh
  3. Penggambaran fisik tokoh
Ada 3 cara yang digunakan pengarang untuk melukiskan watak tokoh cerita, yaitu:
  1. secara langsung; pada pelukisan secara langsung, pengarang langsung melukiskan keadaan dan sifat si tokoh, misalnya cerewet, nakal, jelek, baik, atau berkulit hitam.
  2. secara tidak langsung; pada pelukisan watak secara tidak langsung, pengarang secara tersamar memberitahukan keadaan tokoh cerita. Watak tokoh dapat disimpulkan dari pikiran, cakapan, ucapan, dan tingkah laku tokoh, bahkan dari penampilannya. Watak tokoh juga dapat disimpulkan melalui tokoh lain yang menceritakan secara tidak langsung.
  3. secara kontekstual; pada Pelukisan kontekstual, watak tokoh dapat disimpulkan dari bahasa yang digunakan pengarang untuk mengacu kepada tokoh.
Ada 3 macam cara untuk melukiskan atau menggambarkan watak para tokoh dalam cerita, yaitu:
1. Cara analitik; Pengarang menceritakan atau menjelaskan watak tokoh cerita secara langsung. 
2. Cara dramatik; Pengarang tidak secara langsung menceritakan watak tokoh seperti pada cara analitik, melainkan menggambarkan watak tokoh dengan cara:
  • melukiskan tempat atau lingkungan sang tokoh.
  • menampilkan dialog antartokoh dan dari dialog-dialog itu akan tampak watak para tokoh cerita.
  • menceritakan tingkah laku, perbuatan, atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa. 
3. Cara gabungan analitik dan dramatik; Pengarang menggunakan kedua cara tersebut di atas secara bersamaan dengan anggapan bahwa keduanya bersifat saling melengkapi.
E. Latar (Setting)
adalah tempat, waktu, dan suasana yang terdapat dalam cerita. Sebuah cerita harus jelas di mana berlangsungnya (latar tempat), kapan terjadinya (latar waktu), dan suasana serta keadaan ketika cerita berlangsung (latar suasana).

F. Sudut Pandang (Point of View)
adalah cara pengarang "mem-posisi-kan" dirinya dalam karya tersebut.
Sudut pandang pengarang (SPP) secara garis besar dibedakan menjadi 2 yaitu:
  1. Sudut Pandang Orang I (kesatu atau pertama atau "aku-an"); SPP orang I ditandai dengan menggunakan "aku" atau "saya" sebagai tokoh cerita. 
  2. Sudut Pandang Orang III (ketiga atau "dia-an"); SPP orang III ditandai dengan menggunakan "dia/ia" atau 'nama pelaku' sebagai tokoh cerita.
Sudut Pandang orang I (kesatu) dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. SPP orang I Pelaku Utama
Contoh: (penulis sebagai "AKU", menjadi tokoh utama)
Sore itu aku sedang menyapu halaman rumahku. Tiba-tiba aku dikagetkan suara benda jatuh. Aku melangkah menjauh sambil menoleh ke arah suara. Ternyata suara itu suara mangga bekas codot yang jatuh.
"Astagfirullah!" aku menenangkan diri.
"Aku juga kaget, Mas," Kadir melongok dari jendela.
"Kamu mendengar juga, Dir?" aku menoleh ke arah Kadir, "Padahal cuma ini," kupungut mangga yang tercabik-cabik gigitan codot itu. 
  
2. SPP orang I Pelaku Sampingan
Contoh: (penulis sebagai "AKU", menjadi tokoh sampingan)
Sore itu Kadir sedang menyapu halaman rumahnya. Tiba-tiba dia dikagetkan suara benda jatuh. Dia melangkah menjauh sambil menoleh ke arah suara. Ternyata suara itu suara mangga bekas codot yang jatuh.
"Astagfirullah!" Kadir menenangkan diri.
"Aku juga kaget, Mas," aku melongok dari jendela.
"Kamu mendengar juga, Yok?" Kadir menoleh ke arahku, "Padahal cuma ini," Kadir memungut mangga yang tercabik-cabik gigitan codot itu.

Sudut Pandang orang III (ketiga) dibedakan menjadi:
1. SPP orang III Serbatahu; Dikatakan serbatahu maksudnya bahwa pengarang menceritakan sedetil mungkin sampai ke masalah yang ada dalam pikiran si tokoh cerita.

Contoh:
Sore itu Kadir sedang menyapu halaman rumahnya. Tiba-tiba dia dikagetkan suara benda jatuh. Dia melangkah menjauh sambil menoleh ke arah suara. Ternyata suara itu suara mangga bekas codot yang jatuh.
"Astagfirullah!" Kadir menenangkan diri.
"Aku juga kaget, Mas," Doyok melongok dari jendela.
"Kamu mendengar juga, Yok?" Kadir menoleh ke arah Doyok, "Padahal cuma ini," Kadir memungut mangga yang tercabik-cabik gigitan codot itu.

2. SPP orang III Tidak Serbatahu atau Terbatas; Dikatakan "tidak serbatahu" maksudnya bahwa pengarang tidak menceritakan sedetil mungkin sampai ke masalah yang ada dalam pikiran si tokoh cerita. Kesannya pengarang tidak mengetahui apa yang sudah, sedang dan akan terjadi.
Contoh:
Sore itu seorang laki-laki sedang menyapu halaman rumah. Tiba-tiba ada suara benda jatuh. Entah apa yang dia rasakan dan dia melangkah menjauh sambil menoleh ke arah suara tersebut. Ternyata suara itu suara mangga bekas codot yang jatuh.
"Astagfirullah!" laki-laki itu menenangkan diri.
"Aku juga kaget, Mas," seorang laki-laki lain melongok dari jendela.
"Kamu mendengar juga, Yok?" laki-laki yang sedang menyapu tadi menoleh ke arah laki-laki yang ada di jendela, "Padahal cuma ini," laki-laki itu memungut mangga yang tercabik-cabik gigitan codot itu.

G. Gaya Bahasa
adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan perasaan atau pikiran dengan bahasa sedemikian rupa, sehingga kesan dan efek terhadap pembaca atau pendengar dapat dicapai semaksimal dan seintensif mungkin.
Gaya bahasa ialah cara penyair menggunakan bahsa untuk menimbulkan kesan-kesan tertentu. Gaya digunakan untuk melahirkan keindahan (http://esastra.com/kurusu/kepenyairan.htm#Modul 11). Hal itu terjadi karena dalam karya sastralah ia paling sering dijumpai, sebagai wujud eksplorasi dan kreativitas sastrawan-sastrawati dalam berekspresi.
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiranmelalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis/pemakai bahasa (Gorys Keraf, 2002: 113). Suatu penciptaan puisi, juga bentuk-bentuk tulisan yang lain, misalnya cerpen, novel, naskah drama (Wacana sastra) sangat membutuhkan penguasaan gaya bahasa, agar puisi yang dihasilkan nanti lebih menarik, indah, dan berkualitas.
Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, yaitu:
  • Gaya bahasa resmi
  • Gaya bahasa tak resmi
  • Gaya bahasa percakapan
Gaya bahasa berdasarkan nada, yaitu:
  • Gaya sederhana
  • Gaya mulia dan bertenaga
  • Gaya menengah
Gaya bahasa berdarkan struktur kalimat, yaitu:
  • Klimaks
  • Antiklimaks
  • Paralelisme
  • Antitesis
  • Repetisi
H. Amanat
adalah pesan atau nasihat yang ingin disampaikan pengarang melalui cerita

Unsur Intrinsik Karya Sastra

Unsur Intrinsik Karya Sastra (Fiksi) 

Prosa (Cerpen atau Novel)

A. Tema
adalah ide pokok sebuah cerita, yang diyakini dan dijadikan sumber cerita.

B. Alur, Plot, atau Jalan Cerita
adalah susunan peristiwa atau kejadian yang membentuk sebuah cerita.
Alur dibagi menjadi 3 yaitu: 
  1. Alur maju adalah rangkaian peristiwa yang urutannya sesuai dengan urutan waktu kejadian atau cerita yang bergerak ke depan terus. 
  2. Alur mundur adalah rangkaian peristiwa yang susunannya tidak sesuai dengan urutan waktu kejadian atau cerita yang bergerak mundur (flashback). 
  3. Alur campuran adalah campuran antara alur maju dan alur mundur.
Alur meliputi beberapa tahap:
  1. Pengantar: bagian cerita berupa lukisan, waktu, tempat atau kejadian yang merupakan awal cerita.
  2. Penampilan masalah: bagian yang menceritakan masalah yang dihadapi pelaku cerita.
  3. Puncak ketegangan / klimaks : masalah dalam cerita sudah sangat gawat, konflik telah memuncak.
  4. Ketegangan menurun / antiklimaks : masalah telah berangsur–angsur dapat diatasi dan kekhawatiran mulai hilang.
  5. Penyelesaian / resolusi : masalah telah dapat diatasi atau diselesaikan.
C. Tokoh, Pelaku, atau Pemeran
adalah yang berperan dalam sebuah cerita, dapat berupa manusia, hewan, atau benda-benda yang "dihidupkan". 

Biasanya tokoh dibagi menjadi 3, yaitu:

  1. Protagonis (berasal dari bahasa Yunani πρωταγωνιστής (protagonistes), "orang yang berperan dalam bagian pertama suatu cerita, aktor utama")adalah tokoh utama dalam suatu hal seperti buku cerita, film, video game maupun teater. Dalam literatur, protagonis adalah tokoh yang melawan antagonis. Protagonis sering merupakan seorang pemeran utama , kadang-kadang seorang jagoan, atau hal lainnya yang merupakan konflik dengan antagonis. Protagonis biasanya baik dan tidak jahat. Namun dalam beberapa cerita, tidak semua protagonis menjadi jagoan atau baik. Adakalanya protagonis bertingkah seperti antagonis yang kemudian dikenal sebagai Protagonist Anti-Hero (Anti-Heroine untuk wanita).
  2. Antagonis; dalam literatur, antagonis adalah karakter yang melawan karakter utama atau protagonis. Antagonis sering merupakan seorang penjahat, kadang-kadang mungkin binatang, atau hal lainnya yang merupakan konflik dengan protagonis. Antagonis biasanya jahat dan tidak baik serta sering menjadi pembuat onar (ulah). 
  3. Tritagonis; yaitu tokoh pelerai; dapat juga menjadi tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh antagonis. Tokoh tritagonis adalah tokoh yang tidak memegang peran utama dalam cerita. Tokoh tritagonis biasanya tidak terlibat dalam semua bagian cerita. Keberadaannya berperan sebagai penghubung antara tokoh protagonis dan antagonis.

Berdasarkan peranannya, tokoh diklasifikasikan menjadi 3, yaitu:

  1. Tokoh sentral yaitu tokoh-tokoh yang paling menentukan dalam drama. Tokoh sentral merupakan penyebab terjadinya konflik. Tokoh sentral meliputi tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
  2. Tokoh utama yaitu tokoh pendukung atau penentang tokoh sentral. Dapat juga sebagai perantara tokoh sentral. Dalam hal ini adalah tokoh tritagonis.
  3. Tokoh pembantu yaitu tokoh-tokoh yang memegang peran pelengkap atau tambahan dalam mata rangkai cerita. Kehadiran tokoh pembantu ini menurut kebutuhan cerita saja. Tidak semua drama menampilkan kehadiran tokoh pembantu.
D. Penokohan, Watak, perwatakan, atau Karakter
Perwatakan disebut juga penokohan. Perwatakan/penokohan adalah penggambaran sifat batin seseorang tokoh yang disajikan dalam cerita. Perwatakan tokoh-tokoh dalam drama digambarkan melalui dialog, ekspresi, atau tingkah laku sang tokoh. Penggambaran watak tokoh dalam naskah drama erat kaitannya dalam pemilihan setting/latar atau tempat terjadinya peristiwa.

Penggambarkan watak atau karakter seseorang tokoh yang dapat dilihat dari 3 segi yaitu melalui:
  1. Dialog tokoh
  2. Penjelasan tokoh
  3. Penggambaran fisik tokoh
Ada 3 cara yang digunakan pengarang untuk melukiskan watak tokoh cerita, yaitu:
  1. secara langsung; pada pelukisan secara langsung, pengarang langsung melukiskan keadaan dan sifat si tokoh, misalnya cerewet, nakal, jelek, baik, atau berkulit hitam.
  2. secara tidak langsung; pada pelukisan watak secara tidak langsung, pengarang secara tersamar memberitahukan keadaan tokoh cerita. Watak tokoh dapat disimpulkan dari pikiran, cakapan, ucapan, dan tingkah laku tokoh, bahkan dari penampilannya. Watak tokoh juga dapat disimpulkan melalui tokoh lain yang menceritakan secara tidak langsung.
  3. secara kontekstual; pada Pelukisan kontekstual, watak tokoh dapat disimpulkan dari bahasa yang digunakan pengarang untuk mengacu kepada tokoh.
Ada 3 macam cara untuk melukiskan atau menggambarkan watak para tokoh dalam cerita, yaitu:
1. Cara analitik; Pengarang menceritakan atau menjelaskan watak tokoh cerita secara langsung. 
2. Cara dramatik; Pengarang tidak secara langsung menceritakan watak tokoh seperti pada cara analitik, melainkan menggambarkan watak tokoh dengan cara:
  • melukiskan tempat atau lingkungan sang tokoh.
  • menampilkan dialog antartokoh dan dari dialog-dialog itu akan tampak watak para tokoh cerita.
  • menceritakan tingkah laku, perbuatan, atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa. 
3. Cara gabungan analitik dan dramatik; Pengarang menggunakan kedua cara tersebut di atas secara bersamaan dengan anggapan bahwa keduanya bersifat saling melengkapi.
E. Latar (Setting)
adalah tempat, waktu, dan suasana yang terdapat dalam cerita. Sebuah cerita harus jelas di mana berlangsungnya (latar tempat), kapan terjadinya (latar waktu), dan suasana serta keadaan ketika cerita berlangsung (latar suasana).

F. Sudut Pandang (Point of View)
adalah cara pengarang "mem-posisi-kan" dirinya dalam karya tersebut.
Sudut pandang pengarang (SPP) secara garis besar dibedakan menjadi 2 yaitu:
  1. Sudut Pandang Orang I (kesatu atau pertama atau "aku-an"); SPP orang I ditandai dengan menggunakan "aku" atau "saya" sebagai tokoh cerita. 
  2. Sudut Pandang Orang III (ketiga atau "dia-an"); SPP orang III ditandai dengan menggunakan "dia/ia" atau 'nama pelaku' sebagai tokoh cerita.
Sudut Pandang orang I (kesatu) dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. SPP orang I Pelaku Utama
Contoh: (penulis sebagai "AKU", menjadi tokoh utama)
Sore itu aku sedang menyapu halaman rumahku. Tiba-tiba aku dikagetkan suara benda jatuh. Aku melangkah menjauh sambil menoleh ke arah suara. Ternyata suara itu suara mangga bekas codot yang jatuh.
"Astagfirullah!" aku menenangkan diri.
"Aku juga kaget, Mas," Kadir melongok dari jendela.
"Kamu mendengar juga, Dir?" aku menoleh ke arah Kadir, "Padahal cuma ini," kupungut mangga yang tercabik-cabik gigitan codot itu. 
  
2. SPP orang I Pelaku Sampingan
Contoh: (penulis sebagai "AKU", menjadi tokoh sampingan)
Sore itu Kadir sedang menyapu halaman rumahnya. Tiba-tiba dia dikagetkan suara benda jatuh. Dia melangkah menjauh sambil menoleh ke arah suara. Ternyata suara itu suara mangga bekas codot yang jatuh.
"Astagfirullah!" Kadir menenangkan diri.
"Aku juga kaget, Mas," aku melongok dari jendela.
"Kamu mendengar juga, Yok?" Kadir menoleh ke arahku, "Padahal cuma ini," Kadir memungut mangga yang tercabik-cabik gigitan codot itu.

Sudut Pandang orang III (ketiga) dibedakan menjadi:
1. SPP orang III Serbatahu; Dikatakan serbatahu maksudnya bahwa pengarang menceritakan sedetil mungkin sampai ke masalah yang ada dalam pikiran si tokoh cerita.

Contoh:
Sore itu Kadir sedang menyapu halaman rumahnya. Tiba-tiba dia dikagetkan suara benda jatuh. Dia melangkah menjauh sambil menoleh ke arah suara. Ternyata suara itu suara mangga bekas codot yang jatuh.
"Astagfirullah!" Kadir menenangkan diri.
"Aku juga kaget, Mas," Doyok melongok dari jendela.
"Kamu mendengar juga, Yok?" Kadir menoleh ke arah Doyok, "Padahal cuma ini," Kadir memungut mangga yang tercabik-cabik gigitan codot itu.

2. SPP orang III Tidak Serbatahu atau Terbatas; Dikatakan "tidak serbatahu" maksudnya bahwa pengarang tidak menceritakan sedetil mungkin sampai ke masalah yang ada dalam pikiran si tokoh cerita. Kesannya pengarang tidak mengetahui apa yang sudah, sedang dan akan terjadi.
Contoh:
Sore itu seorang laki-laki sedang menyapu halaman rumah. Tiba-tiba ada suara benda jatuh. Entah apa yang dia rasakan dan dia melangkah menjauh sambil menoleh ke arah suara tersebut. Ternyata suara itu suara mangga bekas codot yang jatuh.
"Astagfirullah!" laki-laki itu menenangkan diri.
"Aku juga kaget, Mas," seorang laki-laki lain melongok dari jendela.
"Kamu mendengar juga, Yok?" laki-laki yang sedang menyapu tadi menoleh ke arah laki-laki yang ada di jendela, "Padahal cuma ini," laki-laki itu memungut mangga yang tercabik-cabik gigitan codot itu.

G. Gaya Bahasa
adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan perasaan atau pikiran dengan bahasa sedemikian rupa, sehingga kesan dan efek terhadap pembaca atau pendengar dapat dicapai semaksimal dan seintensif mungkin.
Gaya bahasa ialah cara penyair menggunakan bahsa untuk menimbulkan kesan-kesan tertentu. Gaya digunakan untuk melahirkan keindahan (http://esastra.com/kurusu/kepenyairan.htm#Modul 11). Hal itu terjadi karena dalam karya sastralah ia paling sering dijumpai, sebagai wujud eksplorasi dan kreativitas sastrawan-sastrawati dalam berekspresi.
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiranmelalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis/pemakai bahasa (Gorys Keraf, 2002: 113). Suatu penciptaan puisi, juga bentuk-bentuk tulisan yang lain, misalnya cerpen, novel, naskah drama (Wacana sastra) sangat membutuhkan penguasaan gaya bahasa, agar puisi yang dihasilkan nanti lebih menarik, indah, dan berkualitas.
Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata, yaitu:
  • Gaya bahasa resmi
  • Gaya bahasa tak resmi
  • Gaya bahasa percakapan
Gaya bahasa berdasarkan nada, yaitu:
  • Gaya sederhana
  • Gaya mulia dan bertenaga
  • Gaya menengah
Gaya bahasa berdarkan struktur kalimat, yaitu:
  • Klimaks
  • Antiklimaks
  • Paralelisme
  • Antitesis
  • Repetisi
H. Amanat
adalah pesan atau nasihat yang ingin disampaikan pengarang melalui cerita
Blogger Template by Clairvo